Cerpen Khajeya

Friday, July 08, 2005

Perawan

“Jey, loe harus tahu yang satu ini…” ucap Shanna pelan. “Gue udah nggak perawan lagi…”

“Ah, masa…” ucap Jey ringan sambil terus menikmati rokok kretek murahannya. “Loe becanda khan?”

“Nggak, Jey. Nggak. Gue serius. Gue udah nggak virgin lagi. Gue… Gue udah pernah berhubungan seks…” ucap Shanna sedikit terbata.

“What?!” Jey tersentak mendengar ungkapan Shanna yang begitu serius. “Loe.. Loe udah nggak virgin lagi?!” Shanna hanya mengangguk kali ini. “Shit! Jokes apa lagi ini?! Please, Shan, gue nggak suka jokes semacam ini!” ucap Jey geram.

“Ma... Maafin gue, Jey… Tapi, gue bener-bener serius. Gue nggak mau terus-menerus menyembunyikan semua ini. Gue tahu loe pasti kaget dan kecewa…”

“Ah!” tiba-tiba Jey memotong omongan Shanna sambil mengibaskan tangannya. “Sudahlah! Gue udah bilang kalo gue nggak suka jokes semacam itu. Loe udah ngerusak malam minggu kita, Shan!”

“Gue tahu loe pasti kecewa berat, Jey… Gue… Gue akan terima apapun konsekwensinya…”

“Cukup! Hentikan semua omong kosong ini!” Jey kembali memotong. “Loe sakit, Shan!” lanjut Jey sinis. “Gue akan pulang sekarang, dan jangan temui gue sebelum otak loe normal!” Jey lalu membalikan badannya dan melangkah pergi. Shanna hanya dapat terdiam saat itu, ia tak kuasa menahan Jey. Perlahan air mata membanjiri pipi Shanna, dan dalam waktu singkat Shanna sudah terisak-isak.

“Shit…” lirih Jey pelan sambil menghentikan langkahnya ketika mendengar isakan Shanna. Jey pun kembali menghampiri Shanna. Setelah sesaat mengambil napas panjang, Jey kembali berkata, “Oke… Oke… Gue akan menganggap omongan loe tadi serius… So, sejak kapan loe udah nggak virgin lagi dan sama siapa loe melepas keperawanan loe?”

Shanna yang mendengar pertanyaan Jey menjadi semakin terisak. Perlahan Shanna mencoba mengangkat wajahnya untuk menatap Jey, namun kemudian kembali tertunduk setelah melihat mata Jey yang menatapnya tajam.

“Ti… Tiga tahun lalu…” jawab Shanna terbata. “Se.. Semua gosip yang selama ini beredar adalah benar…”

Seakan remuk batin Jey mendengar itu semua. Akhirnya terjawab sudah gosip yang selama ini beredar. Jey kini hanya mematung. Ia tak tahu apa lagi yang harus dilakukan. “Shanna…” hanya lirih itu yang keluar dari lisan Jey.

“Maafin gue, Jey…” lirih Shanna masih menundukkan wajahnya.

Jey menarik napas panjang, lalu menghembuskannya. Diraihnya dagu Shanna untuk membuat Shanna kembali mengangkat wajahnya. Kini dapat dilihat jelas mata Shanna yang berlinang air mata.

“It’s okay, Shan…” ucap Jey pelan. “Gue tahu di zaman yang serba gaul ini sangat sulit untuk mempertahankan sebuah keperawanan…” lanjutnya lagi. “Tapi… Tapi, ini bukan hal yang mudah bagi gue, Shan… Maafin gue…” Jey membelai lembut rambut Shanna lalu pergi meninggalkan Shanna seorang diri.

* * *

“Brakkk!!!” Jey membanting pintu kamarnya, kemudian menjatuhkan diri ke kasur bututnya. Ia tampak begitu resah dan kecewa. Baginya, sangat sulit menghadapi kenyataan seperti itu.

“Brakkk!!!” kini rak buku yang ada di satu sudut kamar Jey menjadi berantakan seketika setelah dilempari bantal guling. Jey seperti orang yang kehilangan kendali malam itu.

Sambil menatap langit-langit kamar, mata Jey tampak berkaca-kaca. “Gue udah nggak virgin lagi… Gue udah nggak virgin lagi… Gue udah nggak virgin lagi…” kalimat itu serasa terus bergema di telinga Jey. Jey benar-benar shock mendengar pengakuan Shanna itu. Sebuah jawaban yang sama sekali tak pernah terlintas di batin Jey untuk ditanyakan. Selama ini memang Jey tak pernah menghiraukan gosip yang beredar jika Shanna sudah tidak virgin lagi, terlebih dengan sikap Shanna yang tidak pernah peduli terhadap gosip itu. Namun, ternyata itu semua adalah benar. Dan itu keluar dari mulut Shanna sendiri!

* * *

Sudah 3 hari ini Jey tidak menghubungi Shanna. Demikian juga Shanna, setiap kali bertemu Jey di kampus, ia hanya terdiam kaku. Shanna tak tahu apa yang harus dilakukan. Ia hanya pasrah menghadapi sikap Jey terhadapnya, sebuah konsekwensi yang mau tidak mau harus ia terima.

“Hei, Shan…” tiba-tiba Jey menegur Shanna yang sedang termenung sendiri di pelataran kampus. Dengan senyum tersembul, Jey melanjutkan, “Nanti malam kita nonton yuk, ada film baru lho…”

Shanna tak percaya pada apa yang didengar dan dilihatnya. Seorang Jey tengah duduk disisinya dan seakan tak pernah terjadi apa-apa diantara mereka, Jey mengajaknya kencan!

“Jey?” lirih Shanna sambil mengerutkan dahinya.

“Gimana? Mau nggak? Gue yang traktir deh.” Ucap Jey lagi membuat Shanna semakin menganga.

“Tapi... Tapi Jey…” lisan Shanna terbata.

“Tapi? Tapi kenapa?” Jey bertanya.

“Gue nggak sedang bermimpi khan?” Shanna balik bertanya. Jey terus tersenyum.

“Shanna sayang…” ucap Jey, “Maafin sikap gue ya selama beberapa hari ini… Juga maafin atas sikap gue malam itu…”

“Maaf?”

“Ya, maaf.” Ucap Jey lagi. “Terus terang gue shock berat mendengar kejujuran loe saat itu, tapi sekarang gue sadar, sikap gue itu salah…”

“Loe nggak sedang bercanda khan, Jey?” potong Shanna sambil tetap mengerutkan dahinya.

“Sama sekali nggak” jawab Jey meyakinkan. “Sudahlah, lupakan semua masa lalu loe, loe yang dulu sudah nggak ada lagi… Dan yang ada sekarang adalah kita… Loe masih mau khan jadi pacar gue?” Masih dengan dahi mengkerut, Shanna terus menatap dalam mata Jey. “Shanna…?” ucap Jey menunggu jawaban. Shanna seketika tersenyum, lalu mengangguk pelan. Jey tersenyum puas melihat anggukan Shanna. Diraihnya tangan Shanna, lalu sambil mengeluarkan secarik kertas dari saku bajunya, Jey berucap, “Oya, Shan. Ini gue punya puisi buat loe… Baca deh…”

Shanna menerima kertas itu, lalu dibacanya….

Ada cinta yang kubenci, ada benci yang kucinta

Ada sebuah kejujuran yang menyakitkan, ada kebohongan yang membahagiakan

Dan seorang wanita bernama Shanna telah terlanjur untuk kucinta

Namun kemarin malam ia berkata-kata, kata-kata yang membuatku kecewa

Shit! Luka yang diberikannya telah menghalangi pandanganku pada masa lalu

Masa lalu yang indah, ketika ia dan aku melupakan semua

Shit! Kejujuran itu terlalu menyakitkanku

Kenapa? Kenapa ia setega itu?

Lalu dengan geram kuhempaskan ia

Aku terpukul oleh kenyataan!

Dan kutahu ia pun tersisihkan…

Lalu tadi malam ku tertidur tanpa ia dalam mimpiku

Adakah ku telah sebegitu dalam membencinya?

Hingga dalam mimpi pun ia tetap ku hempas?

Shit! Shit! Shit!

Tadi pagi ku tak lagi dapat menikmati kopi panasku

Gelasnya pecah ku hancurkan

Dan aku lelah merapikan rak buku yang kurusakkan!

Dan aku sesak oleh asap rokok yang terlalu banyak kuhisap!

Dan kini ku terlagi sulit tertidur

Foto Shanna di satu sisi hatiku sejak semula tak pernah berpindah

Kuterpandangi padanya

Shit! Foto itu tak turut hancur bersama remuknya hati

Dan aku terus dipaksa untuk menatapnya

Ada apa ini?

Oh, God…

Aku masih mencintainya…!

Dan sebuah bisik cinta mengalir lembut ditelinga ini

Menceritakan tentang segala masa lalu

Dan mengingatkanku pada cintaku sendiri

“Aku sudah tidak perawan lagi…”

Gema itu kini terasa lembut…

Aku menjadi begitu menghargainya

Dan aku tersadar jika aku sedang diselimuti cinta, bukan lagi oleh hawa

Shanna…! Shanna…!

Aku cinta kamu…

Mata Shanna berkaca-kaca membaca puisi itu. Lalu tanpa melipat kertas itu lebih dulu, ia meraih tubuh Jey lalu memeluknya. “Thanks… Jey” ucapnya lirih.

“Hei… Back to topic, jadi loe mau khan nanti malam gue traktir nonton?” Jey mencoba melepaskan suasana sentimentil itu.

“Iya…” angguk Shanna.

“Filmnya mulai jam delapan empat lima, jam delapan gue jemput loe ya… Oya, tapi makan malamnya loe yang traktir ya…”

“What?!”

(Khajeya)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home